Ungkapan belajar dari pengalaman memang benar, tapi tidak semua hal harus dipelajari dari pengalaman sendiri. Kita tidak harus mengalaminya untuk dapat menarik pembelajaran. Apa yang dibutuhkan terkadang hanya kepekaan kita terhadap situasi dan permasalahan tersebut.
belajar dari pengalaman beresiko meninggalkan luka, trauma, atau perubahan pola pikir dan karakter seseorang. Sementara pengalaman berpengaruh untuk tidak kembali melakukan kesalahan yang sama, namun terkadang membuat kita kembali takut untuk mengambil kesempatan kedua karena terlalu meninggalkan bekas luka yang mendalam sampai menyebabkan trauma.
Ketika belajar dari pengalaman tidak semudah yang diucapkan, apa kita harus berjalan maju atau mundur ke belakang?
Pernah ada yang mengatakan bahwa emosi diciptakan di otak, bukan di hati. Kemudian aku mengerti ketika aku berada dalam puncak emosi di mana aku merasa terintimidasi, marah, kesal dan sedih ataupun bahkan ketika aku sedang bahagia, akan menjadi sangat sulit rasanya dapat berpikir jernih dan realistis. Otakku sedang emosi tinggi, tapi hatiku terasa menggebu-gebu seperti sedang berlari dari kenyataan atau menggebu-gebu mengejar harapan.
Dan aku bisa mengerti.... sangat mengerti.... Kenapa....
Disaat aku sendiri, aku bisa baper juga dengan drama korea.
Ceritanya memberikan pengalaman secara audiovisual bagaimana sakitnya kehilangan atau bahagianya menemukan harapan baru. Semua bisa dirasakan tanpa harus mengalami langsung.
Terimakasih drama korea.
Awas baper! 😝😝😝
*edisi lagi terpesonanya sama om-om yang dapat mengayomi, memberikan perhatian, tapi ah sudahlah, hanya drama korea yang punya.
belajar dari pengalaman beresiko meninggalkan luka, trauma, atau perubahan pola pikir dan karakter seseorang. Sementara pengalaman berpengaruh untuk tidak kembali melakukan kesalahan yang sama, namun terkadang membuat kita kembali takut untuk mengambil kesempatan kedua karena terlalu meninggalkan bekas luka yang mendalam sampai menyebabkan trauma.
Ketika belajar dari pengalaman tidak semudah yang diucapkan, apa kita harus berjalan maju atau mundur ke belakang?
Pernah ada yang mengatakan bahwa emosi diciptakan di otak, bukan di hati. Kemudian aku mengerti ketika aku berada dalam puncak emosi di mana aku merasa terintimidasi, marah, kesal dan sedih ataupun bahkan ketika aku sedang bahagia, akan menjadi sangat sulit rasanya dapat berpikir jernih dan realistis. Otakku sedang emosi tinggi, tapi hatiku terasa menggebu-gebu seperti sedang berlari dari kenyataan atau menggebu-gebu mengejar harapan.
Dan aku bisa mengerti.... sangat mengerti.... Kenapa....
Disaat aku sendiri, aku bisa baper juga dengan drama korea.
Ceritanya memberikan pengalaman secara audiovisual bagaimana sakitnya kehilangan atau bahagianya menemukan harapan baru. Semua bisa dirasakan tanpa harus mengalami langsung.
Terimakasih drama korea.
Awas baper! 😝😝😝
*edisi lagi terpesonanya sama om-om yang dapat mengayomi, memberikan perhatian, tapi ah sudahlah, hanya drama korea yang punya.
posted from Bloggeroid
Komentar
Posting Komentar